Saat bulir telah kurun bergulir berganti koordinat aku bermain ke sabana itu. Ah aku mau tengok bungkusan yang udah lama ga aku tengok
Aku masuk ke sabana itu, perlahan aku tunggu cahaya terangi sabana itu. Sejenak jongkok, ulur, sentuh, raih, dan lihat
Simpul merona walau isinya hanya semilir
Asik!! Walau cuma semilir tapi itu cukup membuat simpul merona diikuti degup yang berirama buat nada indah seperti gesekan daun kering pembuat tenang,nyaman buat jongkok menyentuh bumi, nikmati semilir demi semilir yang balas siulanku
Aku menyatu bumi beserta sabana juga kelinci pemakan wortel dibawah beringin tua tempat aku tengadah menopang dagu. Sejuk rasanya, tenang ditemani siulan dari tetua pemberi semilir pada bungkusan yang aku tanam demi sebuah simpul merona, merah, terkembang, tentu, sangat.
Semilir itu berisi harapan kembali untuk aku tetap tunggu dibawah beringin tua yang biasa, tetap bersama kelinci pemakan wortel di sabana itu. Sembari menunggu aku tengok langit, peri celurit ayun kaki, aku senang peri. Aku ulurkan alphabet bertema semilir itu pada peri celurit, peri terkembang, merona, simpul yang indah, begitupun aku
Ah sekarang aku menari kecil bersama kelinci pemakan wortel sambil tunggu siulan dengan semilir yang lebih lembut dari tetua atas si legit di awan sana. Oya sudah lama aku tak girang pada si legit, entah, mungkin lelah tengadah, tapi tetap, ga hilang, sampai tenggelam, masih ada, tenang, dan tetap tengadah.
Tetua kini hangat dengan si legit juga inang dan pembentuk keduanya, tadi aku tengok sabana tempatnya tetua sejenak, ternyata ada si legit dengan pribadi nyata temu rindu dan beranjak ingat yang telah lalu, indah, akupun ingin, menjadi satu dari tiga, ah sayangnya hanya buah ilusi dan hayalan yang terlalu meraih ujung tak hingga, ih tapi ga masalah, bebas, ga ada puing atupun benteng untuk menanam buah di nebula manis diwadahi kotak bertuliskan hangat tiga karakter, sungguh seperti pelangi di bawah beringin tempat aku tengadah membumi bersama bungkusan
No comments:
Post a Comment