Tuesday, May 17, 2011

untukmu peri...

Sendiri, sepi, merenung, tertegun, dan tertatih. Aku rasakan itu, selalu, saat dalam kotak hangat yang selalu aku bilang dingin, entah, samar, bahkan gelap
Mendung sampai menetes bahkan membuat deras, ya hanya itu, tak dapat yang lain, entah, heran, aku kuat tapi aku tak kuat, aku senyum tapi datar, hanya tampak luar, entah dalam, gamang
Dalam kotak terkadang ada percikan api kecil yang martil pembuat hujan dari awan perasa pada organ tak nampak , miris, hanya bisa terpaku seribu ucap, bagai apapun itu sampai tak dapat tergambar
Sabana tetap dan selalu menjadi tempat pelarianku sampai larut dan entah berapa kali si bulat terik itu tergelincir saking banyaknya aksi yang aku habiskan di sabana tentu bersama kelinci pemakan wortel,  yah sembari menjaga bungkusan berisi harapan simpul bertuliskan gulali bermerk legit
Sabana itupun adalah tempat peri celurit dengarkan bongkahan alphabet yang lumer sampai mencair seluruhnya dari rasaku dalam kotak hangat yang selalu dingin itu. Diam, dengar, resapi, dan tumpahkan. Itulah laku peri saat aku bawa bongkahan alphabet suram nan miris sampai berlinang bagai hujan deras mengguyur padang gersang. Ayun kaki, dan tersenyum, aku suka, itulah peri celurit
Selalu, setia, sangat, peri celurit hangatkan suasana dingin dalam kotak hangat yang aku bilang dingin itu sampai lumer dan terkembang simpul merona bahkan terpancar gambaran setengah lingkaran suasana hati setelah peri menari dan mengajak melompat bersama kelinci pemakan wortel juga berpegangan pada bonsai tak berparasit. Berkembag dan terus berkembang, merona, terlukis setengah lingkaran dilengkapi nada riang dari organ perasa yang tak nampak
Selalu peri celurit pembuat simpul merona
Terimakasih dan takkan aku lupa, untukmu peri celurit dengan ayunan kaki pembuat tenang percikan api yang berasal dari kotak hangat yang kubilang dingin…

No comments:

Post a Comment