Saturday, April 21, 2012

popcorn...

Cuek akan menyelamatkanku dari hantu-hantu menyakitkan “air susu dibalas air tuba” bahwa aku pernah menolongnya, pernah berbuat baik padanya, pernah memberinya pinjaman besar tanpa jaminan dan keuntungan apa pun, pernah menyalami tangannya yang karatan, pernah memberinya kaus pengganti baju kumalnya, pernah berusaha mengangkatnya dari ceruk masalah hidup yang menyengsarakannya, dan seabrek rasa pernah-pernah lainnya.
Aku akan terus berusaha untuk menjai diriku sendiri, diriku yang kukenal sendiri selama ini.

Semoga aku kuat dan bisa untuk kebahagiaanku sendiri, bukan untuknya, karena aku datang untuk hidupku, bukan untuk hidupnya. Walau kutahu itu sulit, karena IBA.

(huh, brengseknya aku!)

...

“Aku bukanlah segala sesuatunya yang kau pikirkan. Berhentilah berpikir dan mulailah mendengar. Dengarkan secara seksama dengan segenap tenaga yang masih tersisa dari dirimu….
Dalam keheningan banyak cerita tentang keajaiban. Dalam keheningan kau akan menemukan banyak hal yang tak bisa kau dapatkan dengan mencari…”

#everysilencehasastory

Friday, April 20, 2012

cukup!

CUKUP! AKU MOHON...
AKU UDAH LELAH SAMA SEMUA TUSUKAN YANG KAMU TUJUKAN PADA LUKA YANG KAMU KETAHUI SEJATINYA.
AKU MOHON...
AKU SUDAH TERLALU PINCANG DIBUATMU...

Wednesday, April 18, 2012

kawan...

Selamat! :)
Itu yang terus aku ucapkan untukmu dari sini. Selamat untuk semua yang kau nikmati sekarang. Semua yang menjadi lakuku dahulu dalam mencairkan gurauan kini sedang kau nikmati kawan. Aku bahagia melihatmu yang sekarang, untuk itu aku mundur saja asalkan kau terus terkembang dalam simpulmu. Biar aku dsini saja, cukup melihatmu dari tempatku menjadi lain. Cukup kiranya usahaku membuatmu terkembang seperti sekarang, melepaskanmu dari masa yang selalu kau keluhkan padaku.
Taukah kamu, aku berbohong pada dia tentangmu yang sudah berubah, kubilang kau masih manis seperti dulu, aku berbohong tentangmu yang kini sedang menari bersama kutub lain, aku berbohong tentangmu yang sekarang karena itu tak pantas aku katakan, karena kau sama denganku, perempuan.
Aku merasa kuat, tapi terkadang aku berkata harus sekuat apa lagi aku atas semua yang membuatku menjadi lain, atas semua yang membuatku menjadi asing, harus sekuat apa lagi??
Tapi kata-kata itu sepertinya kalah saat aku melihat dan mendengar kau begitu riang, selalu bersimpul begitu manis. Aku senang atas itu. Walaupun sebenarnya kau telah taburkan garam, cuka, alkohol, dan air jeruk nipis pada lukaku yang sebenarnya kau tahu itu, kawan :)

Thursday, April 12, 2012

aku dalam roda hidupku...


Roda memang berputar, ada saat dimana kita kembali pada keadaan yang pernah kita lalui, tentu dalam poros kehidupan kita. Begitupun aku dan hidupku. Sedang kembali pada masa yang pernah aku lalui, masa dimana aku hanya ingin diam dan menarik diri dari keramaian. Aku tak mengerti dengan keadaan ini, keadaan yang kualami saat ini, pikirku hanya ingin diam dan menarik diri saja.
Dalam sisi lainku, aku menggerutu dan bergumam. Aku tidak seperti ini dan jangan seperti ini. Tapi sisi lainnya lagi menentang dan tetap membuatku menarik diri dan semakin menarik diriku. Semakin sendiri dalam sepi walau dalam ramaiku pada sabana tempat ku bernaung setelah metamorphosa.
Hanya diam dan termenung, rasanya seperti pernah kurasakan, karena memang pernah. Dan ini bukan yang pertama kali. Harapku hanyalah dengan proses yang sama seperti dulu. Dalam masa perubahanku menjadi aku dan diriku dan hidupku yang baru. Lupakan rasa bonsai yang sakit karena kelinci pemakan sawi itu bertambah membawa teman untuk menggerogoti batang penopang. Lupakan gulali manis buatan tetua yang bermerk simpul merona. Lupakan penghuni sabana lain yang pernah siramkan cuka dalam antrian alphabet beraksi nyata. Lupakan semua hal yang membuat jelly kenyal ini memproduksi reruntuhan rasa dari organ tak nampak.
Kini aku seperti anak panah yang sedang melesat mencari papan target dengan terpaan angin kencang, badai mungkin. Hanya perlu topangan saja. Juga penangkal badai. Untuk aku menjadi kuat dan bisa sampai tepat sasaran pada koordinat (0,0), pusat tepatnya.

                                   

Sunday, April 8, 2012

aku dan entah...

Dalam hidup kita, kitalah yang menjalani, tentu dengan pribadi kita, pribadi yang sebenarnya. Dalam kenyataan terkadang semua menjadi semu dalam kepastian, geram jadinya. Di dalam dan diluar berbeda, membuatku ingin membuka topengnya yang melekat dan berkata “Hey!!! Kamu bukan kamu yeng seperti ini, jadilah dirimu sendiri, jangan dibuat-buat, jangan dilebih-lebih. Kamu tuh udah dewasa dan tak pantas seperti ini. Selalu ingin diperhatikan lebih, disanjung, dipuja-puja.” Kalau boleh aku dalam sarkasmeku, ingin aku sentakkan “CUKUP! AKU MUAK melihatnya!” tapi itu terlalu keras pikirku, untung hatiku masih dalam batas wajar yang sungguh wajar.
Aku diam dalam diamku berbatas hidupnya, tak ingin dilihat namun terlihat, dan selalu sepeperti itu. Keselaluan itu membuatku ada dalam gatal istilahnya, entah apa akupun tak mengerti, sedikit aneh memang, tapi inilah keadaannya. Bukannya aku terlalu melintasi pembatas dalam helaan nafas, tapi aku ada di dalamya, dan aku rasa itu, sungguh. Aku sakit dalam lakunya yang bertopeng, sungguh. Seolah menusuk dari belakang dan ingin aku lihat sikapnya, sayang tak membuatku untuk ikuti cara mainnya. Yang terjadi adalah dia yang selalu ingin tau apa urusanku. Tak taukah dia bahwa dalam hidup kita punya batasan satu sama lainnya sedekat apapun kita tentu ada batas walau hanya sehelai benang rentangnya. Aku jadi merasa tak nyaman dibuatnya. Geram kataku.


Disisi lain hanya menunduk lakuku, cukup diam dan kuatkan penopang air langit berkantung yang hendak menjatuhkan reruntuhan. Turun suasana hatiku saat kulihat sosoknya. Entah akupun tak tau. Begitu cepat sekali berubah, mungkin dalam kedipan mata saat tubuhku berbalik arah darinya. Entah harus sekuat apa kusiapkan penopang batang bonsai ini. Butuhkan peri. Ingin datangi peri dan diam tuk sekedar ayunkan kaki di celurit malam, bersama peri. Ingin tenang, damai.

Sunday, April 1, 2012

kagum, dan kumenunduk...

Mengagumi adalah hal yang indah, dan aku merasakan indahnya. Kekaguman ini sungguh berlasan, tentu dalam akal sehatku. Kekaguman yang datang dari hal yang tak lumrah dalam kebiasaanku sebelum aku bermetamorfosa, aneh kubilang, namun memang begitulah seharusnya. Semua harus terjaga pada batasnya. Keterbatasan itu yang membuatku tetap menjaga kekaguman ini.
Menjaga itu sungguh tak semudah saat kita mendapatkan suatu hal, lebih sulit, sungguh. Ingin aku melupakan kekaguman ini namun entah mengapa aku tetap saja bertahan, walaupun ku tahu itu sakit, sungguh. Sahabatku berkata “aku tak sekuat kamu. Saat semua menjadi sakit dan kamu masih tersenyum, aku bilang kamu kuat”Bukannya aku menampilkan sisi diriku yang seperti itu, tapi itu memang sebenarnya, sahabatku sendiri yang berkata. Aku sendiri tidak mengerti dengan apa yang sedang aku alami dan jalani sekarang. Gamang jadinya, ini adalah saat dimana akulah bulat di dalam kubus variatif, sungguh tidak pas, masih ada ruang yang tidak terisi. Ruang itu sedikit namun itulah yang menjadi sisa dari bentuk kekagumanku, bulat bentuknya, sedikit sisanya, yang itu tidak dan berkata lain.
Aku pun heran dengan diriku, bonsai yang tetap tegak dan terus tumbuh dan kembangkan simpul disaat ada kelinci pemakan sawi menggerogoti batang penopang. Berdiri dengan luka gigitan dari kelinci atas tetua kurasa dalam sabana baruku. Aku persilakan kelinci itu untuk menggerogoti batang penopang dengan rangkulan hangat dalam simpulku untuknya. Dan semua menjadi baik walaupun aku tak baik bersama luka gigitan si kelinci pemakan sawi atas tetua kurasa dalam sabana baruku. Hanya terdiam dan tetap kembangkan simpul semampuku, sekuatku, sampai disaat tak kuasaku dalam simpul aku hanya menunduk dan terdiam dalam ekspresi lumer si jelly kenyal.
Untuknya yang kukagumi,kuselipkan kata yang tepat, tetua. Itu adalah kata yang tepat untuknya yang aku kagumi.Alasannya cukup aku. Tetua ada disaat simpulku datar tak variatif. Dia kembangkan simpulku sampai merona. Namun itu selalu tak berlangsung lama, dan kemudian dia jatuhkan aku, sampai hanya diam lakuku, dan menunduk, sungguh.
Ingin aku pergi, tapi aku tak mau menjadi penampik dalam sabana baruku yang kujalani, hidup temanya. Aku ingin menjadi kuat, dan kucoba. Sampai benturan dalam tampilanku. Aku tersenyum dalam perihku. Itu sakit, namun bisa kutahan walaupun hanya sejenak dan kemudian aku terdiam dan menunduk. Tak ada yang memahami, semua hanya bisa melihat dalam tampilan luarku saat semua tak tertampung dan tergambar dalam lumeran si jelly kenyal, dan berkata “kenapa?”

Dalam kekagumanku terlintas pertanyaan “do you know what is like to feel so in the dark?”

Gelap itu kini kurasa dalam pandangan bersimpul, sekokoh apapun aku dikuatkan, tetap saja aku hidup dalam rasa yang wajar, kewajaran dalam konteks rasa insan yang berupa fitrah dariNYA. Inginku dapatkan sosok yang memberi topangan walaupun hanya berupa sebilah bambu tuk sekedar menjadi penahan saja, tak apa, sungguh. Jangan terus hanya aku saja yang bariskan antrian alphabet pembuat tenang, akupun ingin ditumpahkan antrian alphabet penenang, sungguh aku ingin, sungguh. Ingin kulontarkan teriakan “TOLONG” tapi pita suaraku tak sekuat yang aku bayangkan, terlau lembek, rapuh bahkan.

Kini aku hanya tengadah lakuku, hanya itu,itu saja yang aku bisa karena hanya padaNYA aku bisa. Walaupun aku menjadi dermawan saat ku terjatuh karena kuberikan semua masalahku padaNYA, tapi sebenarnya aku berkata pada masalaku bahwa ku punya hal besar yang akan melawan masalah yang aku punya. Walau sebenarnya bicara itu gampang dan yang sulit adalah bertindak seperti yang kita bicarakan. Tapi mau tak mau itu haruslah aku jalani.