Heningku dalam ramainya teriakan riang tak dapat kutampik sampai meluruh symbol rasa gambaran organ tak nampak, tentu, sungguh, sangat bergetar, setiap kali muncul dan hilang sosok yang selalu tertulis dalam secarik kertas pada kotak di pojok berlatar merah.
Terkadang tegak bahkan sesaat merunduk sampai terpuruk, bangun dan berdiri, lalu kembali terjatuh. Gamang jadinya, tak tentu. Inginku dapatkan simpul merona itu, tergambar, ataupun diantar flamingo goresan cerita dalam kumpulan kertas yang aku rangkai.
Begitu sering aku tatap jarum penunjuk bangun dan tidurnya si bulat terik, ku tunggui bulir berpindah koordinat, begitu menyita, ini tak sampai, itu tak sampai, diam di tengah, harapku ke tepi tuk raih apa yang seharusnya aku raih, sulit, banyak kerikil, besar, kecil, itu bagiannya.
Pabrik produsen rasa kewalahan luncurkan derasnya ungkapan si organ tak nampak, bahkan mungkin sampai panas mesin penghasil, lelah, ingin menyerah.
Duduk, termenung, diam, dan tengadah, naik turun si lorong gelap dasar merah runtutkan antrian alphabet dari organ tak nampak, tenang, habis, terguyur.
Sejenak terlepas saat dapatkan lemparan simpul merona dari kelinci pemakan wortel di sabana tempatku duduk bersama kumpulan cerita dalam kertas yang ku rangkai. Loncat, berguling, riang, hilang sejenak.
Oke, ada hal lain yang menunggu, ya! Masih banyak kertas yang harus aku rangkai dengan tangan tenang penuh simpul yang begitu merona ditemani kelinci pemakan wortel di sabana tempatku duduk, tentu, pasti. Karena aku dengar beritanya itu begitu manis bila kucicip nanti, pasti katanya.
Mengkerut, mengkernyit, tik tok, diam sambil menopang, haha aku dapat akhirnya!
Ah aku putuskan saja untuk buat semuanya seperti saat aku makan jeruk kemarin. Dalam bulatannya ternyata tidak semua yang berpelukan itu manis, ada juga yang kecut. Ih! Haha ya sudahlah ini bagian dari semua. Ini jalanku. Karenanya aku hidup. Ya untuk kulalui semuanya dalam perjalananku menjadi kuat.